Perkataan yang membuat il- feel
“ Aku bimbang. Rasanya aku tidak kurang sesuatu apapun, tetapi senantiasa saja ditolak perempuan dikala kencan. Profesi aku baik, ikatan dengan sahabat juga tidak terdapat permasalahan. Tetapi, kenapa aku tidak dapat menarik hati lawan jenis?”
Merupakan K, seseorang karyawan industri IT berumur 30- an dini. Industri tempatnya bertugas ialah industri terkenal serta terbaik di bidangnya. Tetapi, beliau risau. Beliau bertugas di tempat yang berpusat pada riset serta pengembangan alhasil tidak memiliki banyak waktu buat berteman dengan lawan jenis. Beliau memiliki keinginan menikah serta belum lama kerap menjajaki kencan buta, tetapi kerap pula beliau ditolak para perempuan.
Sembari mencermati ceritanya, aku lalu mengamatinya. Tidak nampak terdapat permasalahan spesial pada cirinya. Pemilik watak yang lazim bisa ditemui di mana juga. Tetapi, kebesarhatian kepada dirinya sendiri amat luar biasa. Dari bidang akademis, profesi, keluarga, serta situasi raga, beliau merasa tidak takluk dari orang lain. Beliau pula kerap mengatakan perihal yang sesungguhnya tidak butuh dipaparkan. Selang sebagian dikala, aku dapat mengenali apa perkaranya.
“ Gimana Kamu berdialog dengan perempuan dikala kencan?”
“ hmm.. lazim saja.”
“ Bagi aku tidak. Sebab itu, para perempuan tidak terpikat pada Kamu. Untuk perempuan, opini dikala awal kali berjumpa amatlah berarti. Performa yang apik membagikan opini yang baik. Sedemikian itu pula dengan style ucapan. Suara yang baik saja tidak lumayan. Gimana berdialog supaya berikan opini yang bagus pada lawan bicara pula berarti. Dari yang aku amati, kamu lebih kerap membanggakan diri sendiri dalam obrolan. Jika dikala ini kita lagi berkencan, aku tentu telah merasa gusar pada Kamu.”
Beliau ialah salah satu ilustrasi orang yang puntung sebab perkataan walaupun telah mempunyai seluruhnya buat membagikan opini awal yang bagus. Suaranya bening serta lezat didengar, tetapi isi perkataan yang tercantum di dalamnya yang bermasalah. Dengan cuma membahas diri sendiri serta tidak mempertimbangkan lawan bicara, beliau jadi dicap tidak berperasaan oleh lawan bicaranya. Terbebas dari kerap nya aku berteman dengan perempuan, rasanya tidak terdapat yang ketahui kalau perempuan tidak menggemari laki- laki yang senang membanggakan diri sendiri. Perihal itu telah jadi rahasia umum. Bisa jadi sebab K tidak mengetahui perihal itu, opini awal yang dibuatnya tiap kali berkencan senantiasa saja tidak bagus.
Banyak permasalahan semacam ini kala memperhitungkan opini awal seorang jadi turun sebab perkataannya. Misalnya politikus A yang mempunyai opini awal minus sebab berdialog gelagapan di era kemudian. Dibandingkan politikus yang lain, beliau sesungguhnya lebih santun serta tenang. Tetapi, sebab metode bicaranya yang terbata-bata serta samar-samar, beliau ditaksir tidak jelas serta kurang cakap dalam membuat ketetapan. Sementara itu, seseorang atasan ditaksir dari metode bicaranya, serta perihal itu ialah kelemahan yang parah.
Khalayak tidak bisa jadi mengenali orang semacam apa beliau sesungguhnya. Mereka cuma dapat memperhitungkan dari opini yang dipancarkan dikala berdialog. Apa yang diutarakannya dikala di parlemen, kuliah umum, ataupun dikala tanya jawab dengan wartawan jadi materi evaluasi yang berarti. Bila di tilik dari pemikiran kalau “perkataan memastikan opini awal”, amat di sayangkan menurutnya yang berpindah dari wiraswasta jadi politikus.